Pluralisme Hukum

Pluralisme Hukum
Pluralisme hukum secara umum didefinisikan sebagai situasi dimana terdapat dua atau lebih sistem hukum yang berada dalam suatu kehidupan sosial.
Pluralisme hukum harus diakui sebagai sebuah realitas masyarakat.



Pluralisme Hukum di Indonesia

Pluralitas sendiri merupakan ciri khas Indonesia. Dengan banyak pulau, suku, bahasa, dan budaya, Indonesia ingin membangun bangsa yang stabil dan modern dengan ikatan nasional yang kuat. Sehingga, menurutnya menghindari pluralisme sama saja dengan menghindari kenyataan yang berbeda mengenai cara pandang dan keyakinan yang hidup di masyarakat Indonesia.

Menurut Prof. Erman, kondisi pluralisme hukum yang ada di Indonesia menyebabkan banyak permasalahan ketika hukum dalam kelompok masyarakat diterapkan dalam transaksi tertentu atau saat terjadi konflik, sehingga ada kebingungan hukum yang manakah yang berlaku untuk individu tertentu dan bagaimana seseorang dapat menentukan hukum mana yang berlaku padanya.

Sementara itu, The Commission on Folk Law and Legal Pluralism Prof. Anne Griffith ditemui di sela-sela acara tersebut, menjelaskan bahwa saat ini kita hidup tidak dengan satu hukum tetapi dengan berbagai hukum sehingga pemahaman mengenai pluralisme hukum perlu diberikan kepada pengambil kebijakan, ahli hukum, antopolog, sosiolog dan ilmuwan sosial lainnya.

Pengertian pluralisme hukum sendiri menurut Sulistyowati Irianto, pengajar antropologi hukum di Universitas Indonesia,senantiasa mengalami perkembangan dari masa ke masa di mana ada koeksistensi dan interelasi berbagai hukum seperti hukum adat, negara, agama dan sebagainya. Bahkan dengan dengan adanya globalisasi, menurut Sulis hubungan tersebut menjadi semakin komplek karena terkait pula dengan perkembangan hukum internasional.

Terkait perkembangan hukum dalam era globalisasi, Anna Witasari dalam pemaparannya sebagai pembicara acara tersebut, menyatakan bahwa dengan globalisasi maka hukum negara menjadi semakin tidak mempunyai kekuatan. “Hukum negara harus mengakomodasi akibat dari perubahan dalam globalisasi,” tutur Anna memberikan solusi.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Perdata Internasional Universitas Indonesia Prof. Zulfa Djoko Basuki menilai bahwa pluralisme hukum dalam batas-batas negara hanya menyangkut hukum perdata internasional.

Terkait pluralisme hukum yang ada Indonesia, Erman menyatakan bahwa kendala terberat adalah dalam mewujudkan kepastian hukum. Hukum di Indonesia menurut guru besar tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor politik. Bahkan pemberantasan korupsi sampai saat ini pun oleh Prof. Erman diakui sangat sulit karena dalam penegakannya banyak mempertimbangkan faktor politik.

Pendapat senada juga disampaikan oleh Sulistyowati. Menurutnya, pengaruh politik juga tampak kuat dalam pembentukan peraturan-peraturan daerah (Perda) saat ini. Ditambahkan oleh Sulis, elit daerah saat ini mengalami kebingungan dalam menentukan identitas daerah setelah 32 tahun dalam kungkungan orde baru yang sentralistis.

Pluralisme hukum ini makin menjadi isu penting karena:
1)Peninggalan Hindia Belanda yang belum tergantikan
2)Eksistensi hukum adat yang masih kuat di beberapa daerah di Indonesia
3)Penerapan hukum syarian di beberapa wilayah
4)Kondisi transional.Yaitu masuknya perusahaan-perusahaan multinasional corporation
5)Tidak adanya desain hukum nasional di Indonesia


Skema Pembentukan Sistem Hukum Nasional

1) Pancasila
2) UUD 1945
3) Per Undang-Undangan
4) Yurisprudensi
5) Hukum Kebiasaan

Sistem Hukum
1) Hukum Adat
2) Hukum Islam
3) Sistem Hukum Barat
4) Sistem Hukum Negara
(Hukum adat dan hukum agama hanya veriverial)

Theory Cheos dari Charles Stamford
1) Hukum bukan suatu sistem yang tertib dan teratur
2) Hukum bukan realitas utuh yang bisa direduksi
3) Hukum bukan suatu relasi yang seimbang
4) Hukum bukan narasi yang bebas nilai
Teori ini dikemukakan Charles sekitar tahun 1989 dalam bukunya “Disoder of Law”.

Berkisar pada 3 pertanyaan dasar:
- Apakah hukum sama dengan hukum negara; apakah aturan normatif lainnya juga hukum?
- Apakah pluralisme hukum, konsep hukum, konsep politik, dan proses analitis komparatif?
-Apakah proses pluralisme hukum memungkinkan analisis tentang hubungan kekuasaan di antara berbagai aturan hukum?

Pemerintah Hindia-Belanda pernah mencoba menerapkan unifikasi hukum, namun gagal, lalu:
- Orang-orang Bumiputera dibiarkan menjalankan menjalankan hukum adat dan lembaga-lembaga agamanya;
- Jika perlu menjalankan hukum Eropa, dan orang Bumiputera harus menundukkan diri.

1)Pluralisme Hukum adalah sebuah cangkupan istilah hukum
yang merupakan mashab sejarah vs kaum etatis (hanya negara yang layak disebut hukum)

2) Konsep analitis komparatif dan konsep politik hukum.
Ada berkat pengakuan sistem hukum negara, melahirkan:
- Pluralisme negara ( Wodman).
- Pluralisme relatif ( Vanderlinden).
- Pluralisme lemah ( Griffink).

3) Hubungan Hukum kekuasaan di antara berbagai sistem hukum.
Kekuasaan negara memegang peranan dalam menentukan pola hubungan pola antar sistem hukum.Sally F. Moore mengatakan bahwa kekuasaan sangat bergantung pada konteks. Dalam konteks tertentu, kekuasaan negara hampir tak berperan, sebab setiap masyarakat memiliki wilayah sosial yang semi otonom

2 Response to "Pluralisme Hukum"

  1. novita 205090153 Says:
    10 Mei 2010 pukul 09.26

    silakan teman temen memberika tanggapan tentang materi jurnal kali ini tentang pluralisme hukum

  2. Derry (205090183) Says:
    10 Mei 2010 pukul 19.21

    keseluruhannya sudah bagus, mungkin di bagian pertanyaan dasarnya belum diuraikan secara jelas apa kira-kira jawaban yang dapat diberikan. semoga nanti bisa diupdate lagi jurnal kali ini.. thx

Posting Komentar